Istilah
“hadis qudsi” terdiri dari dua kata: “hadis” dan “qudsi”. “
• Hadis”
artinya ‘perkataan, perbuatan, atau persetujuan seseorang’,
• Sedangkan “qudsi”, secara bahasa, artinya ‘suci’, yang selanjutnya digunakan untuk menyebut istilah yang dinisbahkan kepada Allah ta’ala.
• Sedangkan “qudsi”, secara bahasa, artinya ‘suci’, yang selanjutnya digunakan untuk menyebut istilah yang dinisbahkan kepada Allah ta’ala.
Secara
istilah, hadis qudsi adalah hadis yang diriwayatkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah).
Hadis
qudsi juga sering diistilahkan dengan “hadis rabbani” atau “hadis ilahi”.
(Mushthalah Hadits Ibnu Al-Utsaimin, hlm. 11). Sedangkan hadis yang disabdakan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang bukan dalam bentuk riwayat dari
Allah, disebut “hadis nabawi”.
Contoh
hadis qudsi
Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau riwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allah
berfirman,
أَناَ
عِندَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَ أَناَ مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنيِ، فَإِن ذَكَرَني فِي
نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي
مَلَأِ خَيرٍ مِنهُمْ
“Aku
sesuai anggapan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia
mengingat-Ku sendiri maka Aku akan mengingatnya pada diri-Ku, namun jika dia
mengingat-Ku di sekelompok orang maka Aku akan menyebut-nyebut namanya di
kelompok makhluk yang lebih baik.” (HR. Al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no.
2675)
Bentuk-Bentuk
Periwayatan hadits qudsi
Ada dua
bentuk periwayatan hadits qudsi :
Pertama,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Seperti yang diriwayatkannya
dari Allah ‘azza wa jalla”.
Contohnya
: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya dari Abu Dzarradliyallaahu
‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam seperti yang diriwayatkan dari
Allah, bahwasannya Allah berfirman :
“Wahai
hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan dhalim pada diri-Ku dan
Aku haramkan pula untuk kalian. Maka janganlah kamu saling menganiaya di antara
kalian”.
Kedua,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Allah berfirman….”.
Contohnya
: Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Allah ta’ala berfirman :
Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersama-Nya bila dia
mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku mengingatnya”.
Antara
Alquran, hadis qudsi, dan hadis nabawi
• Alquran:
lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Allah.
• Hadis nabawi: lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Hadis qudsi: maknanya dinisbahkan kepada Allah sedangkan lafalnya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perbedaan Alquran dan hadis qudsi
• Hadis nabawi: lafal dan maknanya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Hadis qudsi: maknanya dinisbahkan kepada Allah sedangkan lafalnya dinisbahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Perbedaan Alquran dan hadis qudsi
Perbedaan
Alquran dan hadis qudsi adalah sebagaimana tabel berikut (Mushthalah Hadits
Ibnu Al-Utsaimin, hlm. 11–12):
Alqur’an
1. Lafal
dan maknanya dinisbahkan kepada Allah
2. Telah bernilai ibadah meski semata-mata dibaca
3. Disyariatkan untuk dibaca ketika shalat
4. Menjadi mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, tidak ada seorang pun yang bisa membuat kitab seperti Alquran
5. Dinukil secara mutawatir
6. Pasti sahih dan benar
2. Telah bernilai ibadah meski semata-mata dibaca
3. Disyariatkan untuk dibaca ketika shalat
4. Menjadi mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, tidak ada seorang pun yang bisa membuat kitab seperti Alquran
5. Dinukil secara mutawatir
6. Pasti sahih dan benar
Hadits
Qudsi :
1.
Maknanya dinisbahkan kepada Allah, sedangkan lafalnya dinisbahkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
2. Tidak bernilai ibadah jika semata-mata dibaca. Membaca hadis qudsi bernilai ibadah jika bertujuan untuk mempelajarinya
3. Tidak boleh dibaca ketika salat
4. Tidak termasuk mukjizat. Karena itu, banyak orang yang membuat hadis qudsi palsu
5. Ada yang dinukil dengan tidak mutawatir
6. Ada yang sahih dan ada yang lemah
2. Tidak bernilai ibadah jika semata-mata dibaca. Membaca hadis qudsi bernilai ibadah jika bertujuan untuk mempelajarinya
3. Tidak boleh dibaca ketika salat
4. Tidak termasuk mukjizat. Karena itu, banyak orang yang membuat hadis qudsi palsu
5. Ada yang dinukil dengan tidak mutawatir
6. Ada yang sahih dan ada yang lemah
Referensi
:
1. Al-Jami
Ash-Shahih Al-Mukhtashar. Muhammad bin Ismail Al-Bukhari. Dar Ibnu Katsir.
Beirut. 1407 H.
2. Shahih Muslim. Imam Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi. Dar Ihya At-Turats. Beirut. 1374 H.
3. Mushthalah Hadits. Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Dar Al-Haramain. Mesir. 1422 H. Artikel
2. Shahih Muslim. Imam Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi. Dar Ihya At-Turats. Beirut. 1374 H.
3. Mushthalah Hadits. Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin. Dar Al-Haramain. Mesir. 1422 H. Artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar