Kamis, 02 Oktober 2014

unsur - unsur yang terkandung dalam hadits



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna dimuka bumi ini . Semua sisi kehidupan manusia dan makhluk Allah telah digariskan oleh Islam melalui Kalam Allah swt (Al-Qur’an dan Al- hadits). Al Qur’an sudah jelas di tanggung keasliannya oleh Allah swt sampai akhir nanti , bagaimana dengan Al-hadits. Hadits merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan dikatakan hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap hadits.
Hadits juga memiliki beberapa bentuk dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat memecahkan dan menjelaskan lebih detail salah satu masalah-masalah yang berkembang . pembahasan dalam makalah ini bertujuan mendeskripsikan dari mana atau siapa yang menjadi sandaran dalam hadits , bagaimana hadits tersebut dilahirkan serta apa saja unsur yang terkandung didalam hadits .
B.      Rumusan masalah :
1.   Bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam hadits .
 
C.      Tujuan penulisan makalah :
      Dapat mengetahui dengan pasti dan jelas mengenai ilmu hadits serta lebih jelasnya lagi mampu membedakan antara unsur-unsur yang terkandung dalam hadits .  makalah ini juga bertujuan menyebutkan dan menjelaskan bentuk-bentuk dan unsur-unsur hadits .
           





BAB II
PEMBAHASAN

2.      Unsur- unsur hadits
Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur.Dimana unsur tersebut dapat mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur – unsur tersebutyaitu:
1.      Matan,
yakni sabda Nabi atau isi dari hadith tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang dimaksud oleh hadis ,misalnya

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه الشيخان عن ابى موسى)
Matan, berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf م- ت- نMatan memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke atas.[1][7] Apabila dirangkai menjadi kalimat matn al-hads maka defenisinya adalah:
ألفاظ الحديث التى تتقوم بها المعانى
“Kata-kata hadis yang dengannya terbentuk makna-makna”.[2][8]
Dapat juga diartikan sebagai ما ينتهى إليه السند من الكل (Apa yang berhenti dari sanad berupa perkataan).[3][9] Adapun matan hadis itu terdiri dari dua elemen yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari sya>z| dan ’illat.
Contohnya:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر…              
“Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung niatnya dan setipa orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa yang hijrah karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan dinikahinya maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…
2.      Sanad,
yaitu sandaran atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadith. Sanad inilah orang yang mengkabarkan hadis dari Rasulullah saw kepada orang yang berikutnya sampai kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadis . Secara bahasa, sanad berasal dari kata سند yang berarti انضمام الشيئ الى الشيئ (penggabungan sesuatu ke sesuatu yang lain)[4][10], karena di dalamnya tersusun banyak nama yang tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti المعتمد (pegangan). Dinamakan demikian karena hadis merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan pegangan[5][11].
Sementara termenologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana juga telah dijelaskan diatas . Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang) yang sampai kepada matan hadis.[6][12]
 Contohnya pada kitab Shohih Bukhari sebagai berikut :

حدثناابن سلام قال اخبرنامحمدبن فضيل قال حدثنا يحي بن سعيد عن ابى سلمة عن ابى هريرة قال : قال رسول الله ص م : من صام رمضان ايمانا واحتساباغفر له ما تقدم من ذنبه
Dari hadis diatas sanadnya adalah orang – orang yang menyampaikan matan hadis sampai pada Imam Bukhori, sehingga orang yang menyampaikan kepada imam bukhari adalah sanad pertama dan sanad terakhir adalah Abu Hurairah. Sedangkan Imam Bukhari adalah orang yang mengeluarkan hadis atau yang menulis hadis dalam kitabnya.
Para ahli hadis memberi penilaian terhadap shohih atau tidaknya dapat berdasarkan pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang memenuhi syarat maka dapat mengurangi atau bahkan dapat meragukan kesohihan hadis.

Berikut adalah contoh sanad lainnya :
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول
“Al-Humaidi ibn al-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata Sufyan telah mmenceritakan kepada kami seraya berkata Yahya ibn Sa’id al-Ansari telah menceritakan kepada kami seraya berkata Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi telah memberitakan kepada saya bahwa dia mendengar ‘Alqamah ibn Waqqas al-Laisi berkata “saya mendengar Umar ibn al-Khattab ra berkata di atas mimbar “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda…

3.      Rawi,
yaitu orang yang meriwayatkan hadis. Antara rawi dan sanad orang – orangnya sama, yaitu – itu saja. Misalnya pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir Abu Hurairah adalah perawi hadis yang pertama, begitu seterusnya hingga kepada Imam Bukhari. Sedangkan Imam Bukhari sendiri adalah perawi hadis yang terakhir.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, dan penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 – 101 H.
Kata perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti memindahkan atau menukilkan, yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang kepada orang lain.[7][13] Dalam istilah hadis, al-rawi adalah orang yang meriwayatkan hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam buku hadis.[8][14]  Jadi, nama-nama yang terdapat dalam sanad disebut rawi, seperti:
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصارى قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر…



Nama-nama  dalam sanad di atas disebut rawi.
Sebenarnya antara rawi dan sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadis pada setiap generasi terdiri dari beberapa perawi.[9][15] Singkatnya sanad  itu lebih menekankan pada mata rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah tersebut.

Maka untuk menjaga keaslihan hadis diperlukan Perawi – Perawi hadis yang memenuhi syarat sebaga iberikut :
1. Perawi itu harus orang yang adil, arti adil dalam periwayatan hadis yaitu : muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
2. Perawi itu harus seorang yang dabit , Dhabith ini mempunyai dua pengertian yaitu :                               a. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan orang yang pelupa
b. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab hadis yang diterima dari gurunya sebaik – baiknya, sehingga tidak mungkin ada orang mengadakan perubahan didalamnya.

Adapun para sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yaitu :

v Abu Hurairah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 5374 buah hadis
v Abdullah bin Umar, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2630 buah hadis
v Anas bin Malik, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2286 buah hadis
v Aisyah Ummul Mukminin, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2210 buah hadis
v Abdullah bin Abbas, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1660 buah hadis
v Jabir bin Abdullah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1540 buah hadis
v Abu Sa’id Al Khudri, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1170 buah hadis

Selain tujuh sahabat tersebut masih banyak yang meriwayatkan hadis tetapi tidak ada yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu hadis. Para sahabat Nabi saw ini menjadi perawi hadis pertama dan sanad terakhir dan mereka inilah yang pada umumnya disebut sanad dalam hadis. Kemudian yang disebut perawi hadis terakhir adalah mereka yang membukukan hadis dalam kitab-kitabnya seperti, Muwatha’nya Imam Malik, Al Kutub Al Sittah, setelah itu sangat sulit untuk menemukan orang yang dapat dikatagorikan sebagai perawi hadis, atau mungkin tidak ada perawi yang muktabar.

4.       Mukharrij
Mukharrij secara bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan hadis, mukharrij adalah orang yang telah menukil atau mencatat hadis pada kitabnya, seperti kitab al-Bukhari.[10][16]
Memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam kitab disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadis yang membukukan hadis yang diriwayatkannya disebut mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah (kitab sembilan). Contohnya : (HR.Bukhori dan HR.Muslim ).
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Hadits memiliki beberapa Unsur sebagai berikut diantaranya yaitu , isi atau biasa disebut dengan Matan , Sanad yaitu merupakan sandaran , Perawi yaitu merupakan orang-orang yang meriwayatkan , serta Mukhorrij atau orang yang menukil hadits .
Demikianlah makalah ini kami tulis sebagai syarat untuk mencapai nilai terbaik dalam mata kuliah Ulumul hadits dan tafsir hadits ekonomi dan agar bermanfaat bagi siapapun yang membacanya , semoga makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin bagi generasi selanjutnya . Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian atas isi dari makalah ini agar kami bisa menulis dengan lebih baik lagi dimasa yang akan datang , sebab tak ada yang sempurna didunia ini .

B.     Saran
Dari runtutan pembahasan mengenai unsur – unsur  hadits ini kami merekomendaikan beberapa saran yaitu:
ü  Kepada seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah.
ü  Mempelajari ilmu hadits dapat dilakukan dengan mncari referensi-referensi yang terkait ataupun bertalaqqie kepada seorang ahli ilmu (‘ulama atau Ustadz).











DAFTAR PUSTAKA

Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis,(Cet. VIII; al-Riyad: Maktabah al-Ma’arif,1407 H./1987M)
Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr,1406 H/1986M, juz 1
Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Juz 1, Bandung:Dahlan
Muhammad ibnIsma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari. Juz 1
Ajjaj al-Khathib, Al- Sunnah Qabla Tadwin
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt)
Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun  al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984
Muhammad `Ajjaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts: `Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr: Beirut, 1989
 Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit,  vol. III
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002)
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008)
H. Mudasir, Op.Cit
HM. Noor Sulaiman, PL, Op.Cit.
http://www.scribd.com/doc/30874629/Ulumul-Hadis , diakses tanggal  11 maret 2012
http://www.geocities.ws/ahasan12/maknasunnah.html , diakses tanggal  11 maret 2012
http://mubhar.wordpress.com/2011/12/ , diakses tanggal 3 maret 2012
http://izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/27 , diakses tanggal 3 maret 2012







[1][7] Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt), h. 434-435.
[2][8] Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun  al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984, h. 50. Lihat juga Muhammad `Ajjaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts: `Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr: Beirut, 1989, h. 32.
[3][9] Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972, h. 18.
[4][10] Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit,  vol. III, hal. 76
[5][11] Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis, (Cet. VIII; al-Riyad: Maktabah al-Ma’arif, 1407 H./1987 M.), h. 16.
[6][12] Mahmud al-Thahhan, Op.Cit, hal. 16.
[7][13] Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002), h. 207.
[8][14] H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h. 104.
[9][15] H. Mudasir, Op.Cit., h. 63.
[10][16] HM. Noor Sulaiman, PL, Op.Cit. h. 20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar