BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna dimuka bumi
ini . Semua sisi kehidupan manusia dan makhluk Allah telah digariskan oleh
Islam melalui Kalam Allah swt (Al-Qur’an dan Al- hadits). Al Qur’an sudah jelas
di tanggung keasliannya oleh Allah swt sampai akhir nanti , bagaimana dengan
Al-hadits. Hadits merupakan salah satu sumber Islam yang utama, tetapi tidak
sedikit umat Islam yang belum memahami apa itu hadis. Sehingga dikhawatirkan
suatu saat nanti akan terjadi kerancuan dalam hadis, karena tidak mengertinya
dan mungkin karena kepentingan sebagian kelompok untuk membenarkan pendapat
kelompok tersebut. Sehingga mereka menganggap yang memakai bahasa arab dan
dikatakan hadits oleh orang yang tidak bertanggung jawab itu mereka anggap
hadits.
Hadits juga memiliki beberapa bentuk dan
unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Sehingga penulisan makalah ini dapat
memecahkan dan menjelaskan lebih detail salah satu masalah-masalah yang
berkembang . pembahasan dalam makalah ini bertujuan mendeskripsikan dari mana
atau siapa yang menjadi sandaran dalam hadits , bagaimana hadits tersebut
dilahirkan serta apa saja unsur yang terkandung didalam hadits .
B. Rumusan masalah
:
1. Bagaimana unsur-unsur yang terkandung dalam
hadits .
C. Tujuan
penulisan makalah :
Dapat
mengetahui dengan pasti dan jelas mengenai ilmu hadits serta lebih jelasnya
lagi mampu membedakan antara unsur-unsur yang terkandung dalam hadits . makalah ini juga bertujuan menyebutkan dan
menjelaskan bentuk-bentuk dan unsur-unsur hadits .
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Unsur- unsur
hadits
Dalam suatu hadis harus memenuhi 3 unsur.Dimana
unsur tersebut dapat mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli
atau tidak. Unsur – unsur tersebutyaitu:
1.
Matan,
yakni sabda
Nabi atau isi dari hadith tersebut. Matan ini adalah inti dari apa yang dimaksud
oleh hadis ,misalnya
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا (رواه الشيخان عن ابى موسى)
Matan, berasal
dari bahasa Arab yang terdiri dari huruf م- ت- نMatan
memiliki makna “punggung jalan” atau bagian tanah yang keras dan menonjol ke
atas.[1][7] Apabila dirangkai menjadi kalimat matn
al-hads maka defenisinya adalah:
ألفاظ الحديث
التى تتقوم بها المعانى
“Kata-kata hadis yang dengannya terbentuk
makna-makna”.[2][8]
Dapat juga
diartikan sebagai ما ينتهى إليه السند من الكل (Apa yang berhenti dari sanad berupa
perkataan).[3][9] Adapun matan hadis itu terdiri dari dua elemen
yaitu teks atau lafal dan makna (konsep), sehingga unsur-unsur yang harus
dipenuhi oleh suatu matan hadis yang sahih yaitu terhindar dari sya>z|
dan ’illat.
Contohnya:
إنما الأعمال
بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة
ينكحها فهجرته إلى ما هاجر…
“Amal-amal perbuatan itu hanya tergantung
niatnya dan setipa orang akan mendapatkan apa yang dia niatkan. Barangsiapa
yang hijrah karena untuk mendapatkan dunia atau karena perempuan yang akan
dinikahinya maka hijrahnya (akan mendapatkan) sesuai dengan tujuan hijrahnya…
2.
Sanad,
yaitu sandaran
atau jalan yang menyampaikan kepada matan hadith. Sanad inilah orang yang
mengkabarkan hadis dari Rasulullah saw kepada orang yang berikutnya sampai
kepada orang yang menulis atau mengeluarkan hadis . Secara bahasa, sanad
berasal dari kata سند yang berarti انضمام الشيئ الى الشيئ (penggabungan sesuatu ke sesuatu yang
lain)[4][10], karena di dalamnya tersusun banyak nama yang
tergabung dalam satu rentetan jalan. Bisa juga berarti المعتمد (pegangan).
Dinamakan demikian karena hadis merupakan sesuatu yang menjadi sandaran dan
pegangan[5][11].
Sementara
termenologi, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai
kepada Nabi Muhammad saw sebagaimana juga telah dijelaskan diatas . Dengan kata
lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (beberapa orang) yang sampai kepada
matan hadis.[6][12]
Contohnya pada kitab Shohih Bukhari sebagai
berikut :
حدثناابن سلام قال اخبرنامحمدبن فضيل قال حدثنا يحي بن سعيد عن ابى سلمة عن ابى هريرة قال : قال رسول الله ص م : من صام رمضان ايمانا واحتساباغفر له ما تقدم من ذنبه
Dari hadis
diatas sanadnya adalah orang – orang yang menyampaikan matan hadis sampai pada
Imam Bukhori, sehingga orang yang menyampaikan kepada imam bukhari adalah sanad
pertama dan sanad terakhir adalah Abu Hurairah. Sedangkan Imam Bukhari adalah
orang yang mengeluarkan hadis atau yang menulis hadis dalam kitabnya.
Para
ahli hadis memberi penilaian terhadap shohih atau tidaknya dapat berdasarkan
pada sanad tersebut. Jika terdapat salah satu sanad yang kurang memenuhi syarat
maka dapat mengurangi atau bahkan dapat meragukan kesohihan hadis.
Berikut adalah contoh sanad lainnya :
حدثنا الحميدي
عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني
محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي
الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول
“Al-Humaidi ibn
al-Zubair telah menceritakan kepada kami seraya berkata Sufyan telah
mmenceritakan kepada kami seraya berkata Yahya ibn Sa’id al-Ansari telah
menceritakan kepada kami seraya berkata Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi telah memberitakan
kepada saya bahwa dia mendengar ‘Alqamah ibn Waqqas al-Laisi berkata “saya
mendengar Umar ibn al-Khattab ra berkata di atas mimbar “Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda…
3.
Rawi,
yaitu orang
yang meriwayatkan hadis. Antara rawi dan sanad orang – orangnya sama, yaitu –
itu saja. Misalnya pada contoh sanad, yaitu sanad terakhir Abu Hurairah adalah
perawi hadis yang pertama, begitu seterusnya hingga kepada Imam Bukhari.
Sedangkan Imam Bukhari sendiri adalah perawi hadis yang terakhir.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, dan penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 – 101 H.
Untuk menyeleksi hadis yang sekian banyaknya dan pada waktu Nabi Muhammad saw masih hidup tidak banyak sahabat yang menulis hadis, dan penyampaian hadis Nabi SAW masih terbatas dari mulut ke mulut berdasarkan hafalan dan ingatan saja sampai pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis tahun 99 – 101 H.
Kata
perawi atau al-rawi dalam bahasa Arab dari kata riwayat yang berarti
memindahkan atau menukilkan, yakni memindahkan suatu berita dari seseoarang
kepada orang lain.[7][13] Dalam istilah hadis, al-rawi adalah orang yang
meriwayatkan hadis dari seorang guru kepada orang lain yang tercantum dalam
buku hadis.[8][14] Jadi,
nama-nama yang terdapat dalam sanad disebut rawi, seperti:
حدثنا الحميدي
عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصارى قال أخبرني
محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي
الله عنه على المنبر…
Nama-nama
dalam sanad di atas disebut rawi.
Sebenarnya
antara rawi dan sanad merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena
sanad hadis pada setiap generasi terdiri dari beberapa perawi.[9][15] Singkatnya sanad itu lebih menekankan pada mata
rantai/silsilah sedangkan rawi adalah orang yang terdapat dalam silsilah
tersebut.
Maka untuk
menjaga keaslihan hadis diperlukan Perawi – Perawi hadis yang memenuhi syarat
sebaga iberikut :
1. Perawi itu harus orang yang adil, arti adil dalam periwayatan hadis yaitu : muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
2. Perawi itu harus seorang yang dabit , Dhabith ini mempunyai dua pengertian yaitu : a. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan orang yang pelupa
b. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab hadis yang diterima dari gurunya sebaik – baiknya, sehingga tidak mungkin ada orang mengadakan perubahan didalamnya.
1. Perawi itu harus orang yang adil, arti adil dalam periwayatan hadis yaitu : muslim, baligh, berakal, tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak sering melakukan dosa kecil.
2. Perawi itu harus seorang yang dabit , Dhabith ini mempunyai dua pengertian yaitu : a. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis harus kuat hafalan serta daya ingatnya dan bukan orang yang pelupa
b. Dabit dalam arti bahwa perawi hadis itu dapat menjaga atau memelihara kitab hadis yang diterima dari gurunya sebaik – baiknya, sehingga tidak mungkin ada orang mengadakan perubahan didalamnya.
Adapun para
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yaitu :
v Abu Hurairah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 5374 buah hadis
v Abdullah bin Umar, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2630 buah hadis
v Anas bin Malik, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2286 buah hadis
v Aisyah Ummul Mukminin, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 2210 buah hadis
v Abdullah bin Abbas, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1660 buah hadis
v Jabir bin Abdullah, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1540 buah hadis
v Abu Sa’id Al Khudri, beliau meriwayatkan hadis sebanyak 1170 buah hadis
Selain tujuh sahabat tersebut masih banyak yang
meriwayatkan hadis tetapi tidak ada yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu
hadis. Para sahabat Nabi saw ini menjadi perawi hadis pertama dan sanad
terakhir dan mereka inilah yang pada umumnya disebut sanad dalam hadis.
Kemudian yang disebut perawi hadis terakhir adalah mereka yang membukukan hadis
dalam kitab-kitabnya seperti, Muwatha’nya Imam Malik, Al Kutub Al Sittah,
setelah itu sangat sulit untuk menemukan orang yang dapat dikatagorikan sebagai
perawi hadis, atau mungkin tidak ada perawi yang muktabar.
4.
Mukharrij
Mukharrij
secara bahasa adalah orang yang mengeluarkan. Kaitannya dengan hadis, mukharrij
adalah orang yang telah menukil atau mencatat hadis pada kitabnya, seperti
kitab al-Bukhari.[10][16]
Memindahkan
hadis dari seorang guru kepada orang lain lalu membukukannya dalam kitab
disebut mukharrij. Oleh sebab itu, semua perawi hadis yang membukukan hadis
yang diriwayatkannya disebut mukharrij seperti para penyusun al-kutub al-tis’ah
(kitab sembilan). Contohnya : (HR.Bukhori dan HR.Muslim ).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hadits memiliki
beberapa Unsur sebagai berikut diantaranya yaitu , isi atau biasa disebut
dengan Matan , Sanad yaitu merupakan sandaran , Perawi yaitu merupakan
orang-orang yang meriwayatkan , serta Mukhorrij atau orang yang menukil hadits
.
Demikianlah
makalah ini kami tulis sebagai syarat untuk mencapai nilai terbaik dalam mata
kuliah Ulumul hadits dan tafsir hadits ekonomi dan agar bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya , semoga makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin
bagi generasi selanjutnya . Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca sekalian atas isi dari makalah ini agar kami bisa menulis dengan lebih
baik lagi dimasa yang akan datang , sebab tak ada yang sempurna didunia ini .
B.
Saran
Dari
runtutan pembahasan mengenai unsur – unsur hadits ini kami merekomendaikan beberapa saran
yaitu:
ü Kepada
seluruh kaum muslimin untuk terus mendalami sumber hukum umat islam yaitu
Al-Qur`an dan As-Sunnah.
ü Mempelajari
ilmu hadits dapat dilakukan dengan mncari referensi-referensi yang terkait
ataupun bertalaqqie kepada seorang ahli ilmu (‘ulama atau Ustadz).
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis,(Cet.
VIII; al-Riyad: Maktabah al-Ma’arif,1407 H./1987M)
Wahbah
al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr,1406 H/1986M, juz
1
Muhammad ibn Ismail al-Kahlani, Subul al-Salam, Juz
1, Bandung:Dahlan
Muhammad
ibnIsma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari. Juz 1
Ajjaj al-Khathib, Al- Sunnah
Qabla Tadwin
Ibn Mandzur, Lisan
al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt)
Al-Damini, Maqayis
Naqd Mutun al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn Sa’ud, 1984
Muhammad `Ajjaj
al-Khatib, Ushūl al-Hadīts: `Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar
al-Fikr: Beirut, 1989
Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah
al-Ilmiyyah: Madinah al-Munawwarah, 1972
Abu Husain
Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit, vol. III
Totok
Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2002)
H. Abdul Majid
Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008)
H. Mudasir, Op.Cit
HM. Noor
Sulaiman, PL, Op.Cit.
http://www.scribd.com/doc/30874629/Ulumul-Hadis
, diakses tanggal 11 maret 2012
http://www.geocities.ws/ahasan12/maknasunnah.html
, diakses tanggal 11 maret 2012
http://mubhar.wordpress.com/2011/12/ , diakses
tanggal 3 maret 2012
http://izzuddinrusdi.wordpress.com/2010/08/27 , diakses
tanggal 3 maret 2012
[1][7]
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab (Dar Lisan al-Arab, Beirut, tt), h. 434-435.
[2][8]
Al-Damini, Maqayis Naqd Mutun al-Sunnah, Riyadh: Jami’ah Ibn
Sa’ud, 1984, h. 50. Lihat juga Muhammad `Ajjaj al-Khatib, Ushūl al-Hadīts:
`Ulūmuhu wa Musthalahuhu, Dar al-Fikr: Beirut, 1989, h. 32.
[3][9]
Ibn Shalah, Ulum al-Hadits, al-Maktabah al-Ilmiyyah: Madinah
al-Munawwarah, 1972, h. 18.
[4][10]
Abu Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Op.Cit, vol. III, hal. 76
[5][11]
Mahmud al-Tahhan, Taisir Mustalah al-Hadis, (Cet. VIII; al-Riyad:
Maktabah al-Ma’arif, 1407 H./1987 M.), h. 16.
[6][12]
Mahmud al-Thahhan, Op.Cit, hal. 16.
[7][13]
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara,
2002), h. 207.
[8][14]
H. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (cet. I; Jakarta: Amzah, 2008), h. 104.
[9][15]
H. Mudasir, Op.Cit., h. 63.
[10][16]
HM. Noor Sulaiman, PL, Op.Cit. h. 20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar