MAKALAH ULUMUL HADITS
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
mempelajari perkembangan dan penulisan hadits Nabi SAW. khususnya pada abad II
sampai pada abad VII H. Sebab hal ini adalah bagian dalam mempelajari ilmu
hadits. Tentunya juga dengan mempelajari sejarah pertumbuhan dan metode
penulisan, kita bisa mengetahui perkembangan dan metode penulisan hadits serta
penjelasan – penjelasan yang menjadi tolak ukur dalam mempelajari ilmu hadits.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pertumbuhan hadits pada abad 2 H dan sesudahnya ?
2.
Bagaimana metode penulisan pada abad 2 H dan sesudahnya ?
C.
Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan pembahasan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui pertumbuhan hadits ?
2.
Mengetahui metode penulisan hadits ?
D.
Manfaat
Penulisan
Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan seseorang. Dan mudah-mudahan
makalah ini menjadi pengetahuan bermanfaat bagi seseorang yang berkeinginan
mempelajari sejarah hadits Nabi SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A
SEJARAH PERTUMBUHAN HADITS PADA ABAD II-VII
Pada
abad ini adalah merupakan abad setelah tabi’in. adapun sejarah pertumbuhan
hadits pada abad ini meliputi beberapa proses yaitu :
1.
Masa pembukuan hadits
Sejarah
penghimpunan hadits secara resmi dan massal baru terjadi setelah khalifah ‘Umar
bin ‘Abdul ‘Aziz memerintahkan kepada ulama dan para tokoh masyarakat untuk
menuliskannya (dari permulaan abad ke-2 H. hingga akhirnya). Dikatakan resmi
karena itu merupakan kebijakan kapala Negara dan dikatakan massal karena
perintah diberikan kepada para gubernur dan ahli hadits. Khalifah ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz dinobatkan sebagai Khalifah pada tahun 99 H.
Untuk
mewujudkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H. Khalifah meminta kepada gubernur
madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr ibn Hazmin (120 H.) yang menjadi guru
Ma’mar, Al-Laits. Al-Auza’y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin supaya
membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal,
Amrah Binti Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah Ades, seorang ahli fiqih, murid
Aisyah (20 H./642 M.-98 H./716 M. atau 106 H/742 M.), dan hadits-hadits yang
ada pada Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shidiq (107 H./725 M.), seorang
pemuka tabi’in dan salah seorang fuqaha tujuh Madinah. Khalifah ‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz menulis surat
kepada Abu Bakr bin Hazm sbb:
انظر
ما كا ن من حديث رسو ل الله صلى الله عليه وسلم فا كتبه فا ني خفت دروس العلم و
ذهاب العلماء
ولاتقبل
الا حديث الرسول صلى الله عليه و سلم و لتفشوا العلم و لتجلسوا حتى يعلم من لا
يعام فا ن العلم لا يهلك
حتى
يكون سترا
Artinya:
“Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasul, lalu tulislah
karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan anda
terima selain dari hadits Rasul dan hendaklah anda tebarkan ilmu dan mengadakan
majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya, lantaran tidak
lenyap ilmu hingga dijadikannya barang rahasia”.
Ibnu
Hazm melaksanakan tugasnya dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan
oleh Muhammad bin Syihab Al-Zuhri (w. 124 H.), seorang ulama besar di Hijaz dan
Syam, kedua ulama tersebutlah yang sebagai pelopor dalam kodifikasi berdasarkan
khalifah Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.[1]
a).
Sistem pembukuan hadits. Sistem pembukuan hadits pada awal pembukuannya,
agaknya hanya sekedar mengumpulkan saja tanpa memperdulikan selektifitas
terhadap susunan hadits Nabi, termasuk didalamnya fatwa-fatwa sahabat dan
tabi’in, “ulama diperiode ini cenderung mencampur adukan antara hadits Nabi
dengan fatwa sahabat dan tabi’in, mereka belum mengklasifikasikan kandungan
nash-nash menurut kelompoknya”. Dengan demikian pembukuan hadits pada masa ini
boleh dikatakan cenderung masih bercampur baur antara hadits dengan fatwa
sahabat.
b).
Tokoh-tokoh pengumpul hadits Setelah periode Abu Bakr bin Hazm dan Ibnu Syihab
Al-Zuhri, periode sesudahnya bermunculannya ahli hadits yang bertugas sebagai
kodifikasi hadits jilid ke-2, yaitu: Di Makkah, Ibnu Jurraj (80 H./669 M.-150
H./ 767 M.).[2]
c).
Kitab-kitab hadits yang ditulis pada abad ke-2 Hijriah Kitab-kitab yang disusun
pada periode ini jumlahnya relatif sedikit yang sampai kepada umat Islam hari,
ini di antara karya monumental yang dihasilkan oleh karya terdahulu yang sampai
pada masyarakat muslim saat ini :
1).
Al-Muwatha, oleh Imam Malik
2).
Al-Musnad, oleh Imam Syafi’i
3).
Ikhtilaf Al-Hadits, oleh Imam Syafi’i
Hadist
ini dipandang unggul dan menempati kedudukan istimewa dikalangan para ahli
hadist dan penggiat ilmu ini.
d).
Ciri-ciri hadits yang ditulis pada abad ke-3 Hijrah
a.
Pada umumnya kitab-kitab hadits pada masa ini menghimpun hadits-hadits
Rasulullah serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.
b.
Himpunan hadits pada masa ini masih bercampur baur dengan topik yang ada
seperti bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan lainnya.
c.
Di dalam kitab-kitab hadits pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara
hadits-hadits yang berkualitas shahih, hasan, dan dha’if.[3]
2.
Masa pemurnian, penshahihan dan penyempurnaan kodifikasi.
Periode
ini berlangsung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (awal abad ke-3 H.,
hingga akhir) sampai pada awal pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir dari
kekhalifahan Dinasti Abbasyiah. Pada masa ini ulama memusatkan perhatian mereka
pada pemeliharaan keberadaan dan terutama pada kemurnian hadits Nabi SAW.
sebagai antisipasi mereka terhadap pemalsuan hadits yang semakin marak.
3.
Kegiatan pemalsuan hadits
Pada
abad ke-2 H. telah banyak melahirkan para Imam Mujtahid di berbagai bidang,
diantaranya dibidang Fiqih dan Ilmu Kalam. Meski pun dalam beberapa hal mereka
berbeda pendapat, akan tetapi mereka saling menghormati.
Akan tetapi memasuki abad ke-3 H., para pengikut masing-masing Imam berpendapat bahwa Imamnya-lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan hadits-hadits palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.
Akan tetapi memasuki abad ke-3 H., para pengikut masing-masing Imam berpendapat bahwa Imamnya-lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan hadits-hadits palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.
Dan
setelah Khalifah Al-Ma’mun berkuasa mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan
pendapat tentang kemakhlukan Al-Quran dan siapa yang tidak sependapat akan
dipenjara dan disiksa, salah satu Imam yaitu Imam Ahmad bin Hambal.
4.
Upaya pelestarian hadits.
Diantara
kegiatan yang telah dilakukan para ulama hadits dalam rangka memelihara
kemurnian hadits Rasulullah SAW. adalah :
a).
perlawatan kedaerah-daerah
b).
pengklasifikasian hadits kepada : marfu’, mawquf, dan maqthu’.
c).
penyeleksian kualitas hadits dan pengklasifikasian kepada : shahih, hasan,
dha’if.
5.
Tokoh-tojoh pengumpul hadits.
Di
antara tokoh-tokoh hadits yang lahir pada masa ini.
1.
‘Ali Ibn Madany,
2.
Abu Hatim Ar-Razy,
3.
Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabary
4.
Muhammad Ibn Sa’ad
5.
Ishaq Ibn Rahawaih,
6.
Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, An Nasa’i, Abu Daud, At-Turmudzy, Ibnu Majah,
7.
Ibnu Khutaibah Ad-Dainury.[4]
6.
Hadits pada Abad ke-4 Sampai ke-5 (Masa Pemeliharaan, Penerbitan,
Penambahan, dan Penghimpunan)
Masa
ini adalah masa menapis kitab-kitab hadits dan menyusun kitab jami’ yang
khusus.
1.
Kegiatan Periwayatan Hadits pada Periode ini dimulai dari masa Khalifah Al
Muktadir sampai Khalifah Al Mukhtasim. Meskipun kekuasaan Islam pada masa ini
mulai melemah dan bahkan mengalami keruntuhan pada abad ke-7 H. akibat serangan
Hulagu Khan, cucu dari Jengis Khan. Kegiatan para ulama hadits tetap
berlangsung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya saja hadits-hadits
yang dihimpun pada periode ini tidak sebanyak penghimpunan pada periode-periode
sebelumnya, kitab-kitab hadits yang dihimpun pada periode ini.[5]
Setelah
lahirnya karya-karya diatas maka kegiatan para ulama berikutnya pada umumnya
hanyalah merujuk pada karya-karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan
mempelajari, menghafal, dan menyelidiki sanad-sanadnya dan matannya.
2.
Bentuk penyusunan kitab hadits pada periode ini:
Para
ulama hadits periode ini memperkenalkan sistem baru dalam penyusunan hadits,
yaitu:
a)
Kitab Athraf, di dalam kitab ini penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan
hadits tertentu, kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari
sanad kitab hadits yang dikutip matannya atau kitab-kitab lain, contohnya:
Athraf Ash-Shahihainis, oleh Al-Dimasyqi (400 H.)
b)
Kitab-Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab
ini meriwayatkan matan hadits tersebut dengan sanadnya sendiri, contoh:
Mustadhrak Shahih Bukhari, oleh Jurjani
c)
Kitab Mustadhrak, Kitab ini menghimpun hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat
Bukhari dan Muslim, contohnya: Al-Mustadhrak oleh Al-Hakim (321-405 H.)
d)
Kitab Jami’. Kitab ini menghimpun hadits-hadits yang termuat dalam kitab-kitab
yang telah ada yaitu yang menghimpun hadits Shahih Bukhari dan Muslim.
7.
Hadits pada abad ke-5 sampai sekarang (Masa Pensyarahan, Penghimpunan,
Pentakhrijan, dan Pembahasannya).
Kegiatan
Periwayatan Hadits pada Periode ini. Periode ini dimulai sejak kekhalifahan
Abbasiyah di Baghdad, yang ditaklukan oleh tentara Tartar (656 H./1258 M.), kemudian
kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan kembali oleh Dinasti Mamluk dari
Mesir setelah mereka menghancurkan bangsa Mongol tersebut.
Pembaiatan Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah Islam lainnya dapat mengakui Mesir sebagai pesat pemerintahan dan selanjutnya mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam.
Pembaiatan Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah Islam lainnya dapat mengakui Mesir sebagai pesat pemerintahan dan selanjutnya mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam.
B
PENULISAN HADITS DAN PENJELASAN METODE-METODENYA. [6]
Pertama
kali orang yang membukukan hadits itu adalah ibnu syihab az-zuhri pada masa
pemerintahan khalifah umar ibnu abdul aziz pada tahun 90 H. demikian itu
dilakukannya kira-kira 100 tahun setelah wafatnya Nabi besar Muhammad Saw.
Adapun
Metode penulisannya yaitu :
a.
Sebagian para ulama’ ada yang menentukan tingkatan pada musnadnya maka
Imam Ahmad menyusun kita Musnad,
b.
ada juga yang menyusun hadits berdasarkan bab-bab seperti Abi Bakar Bin
Abi Syaibah,
c.
ada juga menyusun berdasarkan hukum-hukum fiqh dan kelompok ini ada yang
mengkorelasikan hanya mengunakan hadits yang shaheh seperti bukhari dan muslim,
d.
ada juga yang tidak telalu terikat pada hadits shaheh seperti sisa dari
pada yang enammereka seprti Abu Daud, Tirmidzi,Dan Ibnu Majah.
e.
Sebagian mereka (ulama’) ada yang memendekkan beberapa hadits yang mengandung
motivasi dan peringatan seperti Imam Zakiuddin Abdul Adzim Al-Munziri
didalam kitabnya yang berjudul “ الترغيب و الترهيب”.
f.
Ada yang
membuang sanadnya dan memendekkan matannya seperti Imam Al-Bughawi
didalam kitabnya yang berjudul “المصابيح”.
BAB
III
PENUTUP
A
Kesimpulan
Sejarah
pertumbuhan hadits pada abad ini meliputi beberapa proses yaitu : Masa
pembukuan hadits, Masa pemurnian, Penshahihan dan penyempurnaan kodifikasi,
kegiatan pemalsuan hadits, upaya pelestarian hadits, hadits pada abad ke-4
sampai ke-5 (masa pemeliharaan, penerbitan, penambahan, dan penghimpunan) dan
hadits pada abad ke-5 sampai sekarang (masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan, dan pembahasannya).
Metode
yang digunakan untuk menulus hadits adalah : menentukan tingkatan pada
musnadnya, berdasarkan bab-bab, berdasarkan hukum-hukum fiqh, terikat pada
hadits shaheh, memendekkan beberapa hadits yang mengandung motivasi dan
peringatan, membuang sanadnya dan memendekkan matanny.
B.
Saran
Sebagai
rujukan yang dijadikan dasar ke-2 setelah Al-Quran, maka kami sangat
menganjurkan kepada saudara seiman untuk belajar dan memahami semua pelajaran
‘Ulum Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbi
Ash-Shiddieqy, Prof., Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,Bulan
Bintang, Jakarta,
1954.
Rahman
Fatchur Drs., Ikhtisar Musthalahul Hadits, PT. Alma’ruf, Bandung,
1995.
Abbas
Alwi, ibanatul ahkam syarah bulugul marom, Dar Alfiqr, Kairo, 2003.
Rahman,
Drs. Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits, Tamblong: PT. Alma’ruf Bandung
(1995).
[1] Lihat dalam buku ulumul hadits
karangan Drs. H. Muhammad Ahmad – Drs.H. Mudzkir.
[2] Di Madinah, Abu Ishaq (w. 151 M-768
M.), dan Imam Malik bin Anas (93 H./703 M.- 179 H./ 798 M.) Di Bashrah,
Ar-Rabi’ Ibnu Shihab (w. 160 H./777 M.), Hammad Ibnu Salamah (176 H.), dan Said
Ibnu Abi .
[3] Ulumul hadits oleh Ibnu Shalah.
[4] Lihat dalam buku ulumul hadits
karangan Drs. H. Muhammad Ahmad – Drs.H. Mudzkir.
[5] Ash-Shahih oleh Ibnu Khuzaimah. (313
H.) Al-Anma’wa Al Taqsim oleh Ibn Hibban. (354 H.) Al-Musnad oleh Abu Amanah.
(316 H.) Al-Mustaqa oleh Ibn Jarud. Al-Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al-Wahid
al-Maqdisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar