Rabu, 08 Oktober 2014

MAKALAH ULUMUL HADITS



MAKALAH ULUMUL HADITS


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari perkembangan dan penulisan hadits Nabi SAW. khususnya pada abad II sampai pada abad VII H. Sebab hal ini adalah bagian dalam mempelajari ilmu hadits. Tentunya juga dengan mempelajari sejarah pertumbuhan dan metode penulisan, kita bisa mengetahui perkembangan dan metode penulisan hadits serta penjelasan – penjelasan yang menjadi tolak ukur dalam mempelajari ilmu hadits.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pertumbuhan hadits pada abad 2 H dan sesudahnya ?
2.      Bagaimana metode penulisan pada abad 2 H dan sesudahnya ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pertumbuhan hadits ?
2.      Mengetahui metode penulisan hadits ?
D. Manfaat
Penulisan Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan seseorang. Dan mudah-mudahan makalah ini menjadi pengetahuan bermanfaat bagi seseorang yang berkeinginan mempelajari sejarah hadits Nabi SAW.




BAB II
PEMBAHASAN
A      SEJARAH PERTUMBUHAN HADITS PADA ABAD II-VII
Pada abad ini adalah merupakan abad setelah tabi’in. adapun sejarah pertumbuhan hadits pada abad ini meliputi beberapa proses yaitu :
1.      Masa pembukuan hadits
Sejarah penghimpunan hadits secara resmi dan massal baru terjadi setelah khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz memerintahkan kepada ulama dan para tokoh masyarakat untuk menuliskannya (dari permulaan abad ke-2 H. hingga akhirnya). Dikatakan resmi karena itu merupakan kebijakan kapala Negara dan dikatakan massal karena perintah diberikan kepada para gubernur dan ahli hadits. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dinobatkan sebagai Khalifah pada tahun 99 H.
Untuk mewujudkan maksud mulia itu, pada tahun 100 H. Khalifah meminta kepada gubernur madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr ibn Hazmin (120 H.) yang menjadi guru Ma’mar, Al-Laits. Al-Auza’y, Malik, Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Dzi’bin supaya membukukan hadits Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, Amrah Binti Abdurrahman bin Sa’ad bin Zurarah Ades, seorang ahli fiqih, murid Aisyah (20 H./642 M.-98 H./716 M. atau 106 H/742 M.), dan hadits-hadits yang ada pada Al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakr Ash-Shidiq (107 H./725 M.), seorang pemuka tabi’in dan salah seorang fuqaha tujuh Madinah. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm sbb:
انظر ما كا ن من حديث رسو ل الله صلى الله عليه وسلم فا كتبه فا ني خفت دروس العلم و ذهاب العلماء
ولاتقبل الا حديث الرسول صلى الله عليه و سلم و لتفشوا العلم و لتجلسوا حتى يعلم من لا يعام فا ن العلم لا يهلك
حتى يكون سترا
Artinya: “Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasul, lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan anda terima selain dari hadits Rasul dan hendaklah anda tebarkan ilmu dan mengadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahuinya, lantaran tidak lenyap ilmu hingga dijadikannya barang rahasia”.
Ibnu Hazm melaksanakan tugasnya dengan baik, dan tugas yang serupa juga dilaksanakan oleh Muhammad bin Syihab Al-Zuhri (w. 124 H.), seorang ulama besar di Hijaz dan Syam, kedua ulama tersebutlah yang sebagai pelopor dalam kodifikasi berdasarkan khalifah Umar bin ‘Abdul ‘Aziz.[1]
a). Sistem pembukuan hadits. Sistem pembukuan hadits pada awal pembukuannya, agaknya hanya sekedar mengumpulkan saja tanpa memperdulikan selektifitas terhadap susunan hadits Nabi, termasuk didalamnya fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, “ulama diperiode ini cenderung mencampur adukan antara hadits Nabi dengan fatwa sahabat dan tabi’in, mereka belum mengklasifikasikan kandungan nash-nash menurut kelompoknya”. Dengan demikian pembukuan hadits pada masa ini boleh dikatakan cenderung masih bercampur baur antara hadits dengan fatwa sahabat.
b). Tokoh-tokoh pengumpul hadits Setelah periode Abu Bakr bin Hazm dan Ibnu Syihab Al-Zuhri, periode sesudahnya bermunculannya ahli hadits yang bertugas sebagai kodifikasi hadits jilid ke-2, yaitu: Di Makkah, Ibnu Jurraj (80 H./669 M.-150 H./ 767 M.).[2]
c). Kitab-kitab hadits yang ditulis pada abad ke-2 Hijriah Kitab-kitab yang disusun pada periode ini jumlahnya relatif sedikit yang sampai kepada umat Islam hari, ini di antara karya monumental yang dihasilkan oleh karya terdahulu yang sampai pada masyarakat muslim saat ini :
1). Al-Muwatha, oleh Imam Malik
2). Al-Musnad, oleh Imam Syafi’i
3). Ikhtilaf Al-Hadits, oleh Imam Syafi’i
Hadist ini dipandang unggul dan menempati kedudukan istimewa dikalangan para ahli hadist dan penggiat ilmu ini.
d). Ciri-ciri hadits yang ditulis pada abad ke-3 Hijrah
a.       Pada umumnya kitab-kitab hadits pada masa ini menghimpun hadits-hadits Rasulullah serta fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in.
b.      Himpunan hadits pada masa ini masih bercampur baur dengan topik yang ada seperti bidang Tafsir, Sirah, Hukum, dan lainnya.
c.       Di dalam kitab-kitab hadits pada periode ini belum dijumpai pemisahan antara hadits-hadits yang berkualitas shahih, hasan, dan dha’if.[3]
2.      Masa pemurnian, penshahihan dan penyempurnaan kodifikasi.  
Periode ini berlangsung pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun (awal abad ke-3 H., hingga akhir) sampai pada awal pemerintahan Khalifah Al-Muqtadir dari kekhalifahan Dinasti Abbasyiah. Pada masa ini ulama memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama pada kemurnian hadits Nabi SAW. sebagai antisipasi mereka terhadap pemalsuan hadits yang semakin marak.



3.      Kegiatan pemalsuan hadits
Pada abad ke-2 H. telah banyak melahirkan para Imam Mujtahid di berbagai bidang, diantaranya dibidang Fiqih dan Ilmu Kalam. Meski pun dalam beberapa hal mereka berbeda pendapat, akan tetapi mereka saling menghormati.
Akan tetapi memasuki abad ke-3 H., para pengikut masing-masing Imam berpendapat bahwa Imamnya-lah yang benar, sehingga menimbulkan bentrokan pendapat yang semakin meruncing. Diantara pengikut fanatik akhirnya menciptakan hadits-hadits palsu dalam rangka memaksakan pendapat mereka.
Dan setelah Khalifah Al-Ma’mun berkuasa mendukung golongan Mu’tazilah. Perbedaan pendapat tentang kemakhlukan Al-Quran dan siapa yang tidak sependapat akan dipenjara dan disiksa, salah satu Imam yaitu Imam Ahmad bin Hambal.

4.      Upaya pelestarian hadits.
Diantara kegiatan yang telah dilakukan para ulama hadits dalam rangka memelihara kemurnian hadits Rasulullah SAW. adalah :
a). perlawatan kedaerah-daerah
b). pengklasifikasian hadits kepada : marfu’, mawquf, dan maqthu’.
c). penyeleksian kualitas hadits dan pengklasifikasian kepada : shahih, hasan, dha’if.
5.      Tokoh-tojoh pengumpul hadits.
Di antara tokoh-tokoh hadits yang lahir pada masa ini.
1.      ‘Ali Ibn Madany,
2.      Abu Hatim Ar-Razy,
3.      Muhammad Ibn Jarir Ath-Thabary
4.      Muhammad Ibn Sa’ad
5.      Ishaq Ibn Rahawaih,
6.      Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, An Nasa’i, Abu Daud, At-Turmudzy, Ibnu Majah,
7.      Ibnu Khutaibah Ad-Dainury.[4]
6.      Hadits pada Abad ke-4 Sampai ke-5 (Masa Pemeliharaan, Penerbitan, Penambahan, dan Penghimpunan)
 Masa ini adalah masa menapis kitab-kitab hadits dan menyusun kitab jami’ yang khusus.
1. Kegiatan Periwayatan Hadits pada Periode ini dimulai dari masa Khalifah Al Muktadir sampai Khalifah Al Mukhtasim. Meskipun kekuasaan Islam pada masa ini mulai melemah dan bahkan mengalami keruntuhan pada abad ke-7 H. akibat serangan Hulagu Khan, cucu dari Jengis Khan. Kegiatan para ulama hadits tetap berlangsung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya saja hadits-hadits yang dihimpun pada periode ini tidak sebanyak penghimpunan pada periode-periode sebelumnya, kitab-kitab hadits yang dihimpun pada periode ini.[5]
Setelah lahirnya karya-karya diatas maka kegiatan para ulama berikutnya pada umumnya hanyalah merujuk pada karya-karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan mempelajari, menghafal, dan menyelidiki sanad-sanadnya dan matannya.

2.  Bentuk penyusunan kitab hadits pada periode ini:
Para ulama hadits periode ini memperkenalkan sistem baru dalam penyusunan hadits, yaitu:
a)  Kitab Athraf, di dalam kitab ini penyusunannya hanya menyebutkan sebagian matan hadits tertentu, kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari sanad kitab hadits yang dikutip matannya atau kitab-kitab lain, contohnya: Athraf Ash-Shahihainis, oleh Al-Dimasyqi (400 H.)
b) Kitab-Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab ini meriwayatkan matan hadits tersebut dengan sanadnya sendiri, contoh: Mustadhrak Shahih Bukhari, oleh Jurjani
c)  Kitab Mustadhrak, Kitab ini menghimpun hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim, contohnya: Al-Mustadhrak oleh Al-Hakim (321-405 H.)
d)  Kitab Jami’. Kitab ini menghimpun hadits-hadits yang termuat dalam kitab-kitab yang telah ada yaitu yang menghimpun hadits Shahih Bukhari dan Muslim.

7.      Hadits pada abad ke-5 sampai sekarang (Masa Pensyarahan, Penghimpunan, Pentakhrijan, dan Pembahasannya).
Kegiatan Periwayatan Hadits pada Periode ini. Periode ini dimulai sejak kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, yang ditaklukan oleh tentara Tartar (656 H./1258 M.), kemudian kekhalifahan Abbasiyah tersebut dihidupkan kembali oleh Dinasti Mamluk dari Mesir setelah mereka menghancurkan bangsa Mongol tersebut.
Pembaiatan Khalifah oleh Dinasti Mamluk hanyalah sekedar simbol saja agar daerah-daerah Islam lainnya dapat mengakui Mesir sebagai pesat pemerintahan dan selanjutnya mengakui Dinasti Mamluk sebagai penguasa dunia Islam.
B       PENULISAN HADITS DAN PENJELASAN METODE-METODENYA. [6]
Pertama kali orang yang membukukan hadits itu adalah ibnu syihab az-zuhri pada masa pemerintahan khalifah umar ibnu abdul aziz pada tahun 90 H. demikian itu dilakukannya kira-kira 100 tahun setelah wafatnya Nabi besar Muhammad Saw.
Adapun Metode penulisannya yaitu :
a.       Sebagian para ulama’ ada yang menentukan tingkatan pada musnadnya maka Imam Ahmad menyusun kita Musnad,
b.      ada juga yang menyusun hadits berdasarkan bab-bab seperti Abi Bakar Bin Abi Syaibah,
c.       ada juga menyusun berdasarkan hukum-hukum fiqh dan kelompok ini ada yang mengkorelasikan hanya mengunakan hadits yang shaheh seperti bukhari dan muslim,
d.      ada juga yang tidak telalu terikat pada hadits shaheh seperti sisa dari pada yang enammereka seprti Abu Daud, Tirmidzi,Dan Ibnu Majah.
e.       Sebagian mereka (ulama’) ada yang memendekkan beberapa hadits yang mengandung motivasi dan peringatan seperti Imam Zakiuddin Abdul Adzim Al-Munziri didalam kitabnya yang berjudul “ الترغيب و الترهيب”.
f.       Ada yang membuang sanadnya dan memendekkan matannya seperti Imam Al-Bughawi didalam kitabnya yang berjudul “المصابيح”.

BAB III
PENUTUP
A      Kesimpulan
Sejarah pertumbuhan hadits pada abad ini meliputi beberapa proses yaitu : Masa pembukuan hadits, Masa pemurnian, Penshahihan dan penyempurnaan kodifikasi, kegiatan pemalsuan hadits, upaya pelestarian hadits, hadits pada abad ke-4 sampai ke-5 (masa pemeliharaan, penerbitan, penambahan, dan penghimpunan) dan hadits pada abad ke-5 sampai sekarang (masa pensyarahan, penghimpunan, pentakhrijan, dan pembahasannya).
Metode yang digunakan untuk menulus hadits adalah : menentukan tingkatan pada musnadnya, berdasarkan bab-bab, berdasarkan hukum-hukum fiqh, terikat pada hadits shaheh, memendekkan beberapa hadits yang mengandung motivasi dan peringatan, membuang sanadnya dan memendekkan matanny.
B. Saran
Sebagai rujukan yang dijadikan dasar ke-2 setelah Al-Quran, maka kami sangat menganjurkan kepada saudara seiman untuk belajar dan memahami semua pelajaran ‘Ulum Al-Hadits.








DAFTAR PUSTAKA
Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof., Dr., Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,Bulan Bintang, Jakarta, 1954.
Rahman Fatchur Drs., Ikhtisar Musthalahul Hadits, PT. Alma’ruf, Bandung, 1995.
Abbas Alwi, ibanatul ahkam syarah bulugul marom, Dar Alfiqr, Kairo, 2003.
Rahman, Drs. Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits, Tamblong: PT. Alma’ruf Bandung  (1995).
















[1] Lihat dalam buku  ulumul hadits karangan Drs. H. Muhammad Ahmad – Drs.H. Mudzkir.

[2] Di Madinah, Abu Ishaq (w. 151 M-768 M.), dan Imam Malik bin Anas (93 H./703 M.- 179 H./ 798 M.) Di Bashrah, Ar-Rabi’ Ibnu Shihab (w. 160 H./777 M.), Hammad Ibnu Salamah (176 H.), dan Said Ibnu Abi .

[3] Ulumul hadits oleh Ibnu Shalah.

[4] Lihat dalam buku  ulumul hadits karangan Drs. H. Muhammad Ahmad – Drs.H. Mudzkir.

[5] Ash-Shahih oleh Ibnu Khuzaimah. (313 H.) Al-Anma’wa Al Taqsim oleh Ibn Hibban. (354 H.) Al-Musnad oleh Abu Amanah. (316 H.) Al-Mustaqa oleh Ibn Jarud. Al-Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al-Wahid al-Maqdisi.

[6] Ibanatul Ahkam hal 10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar