A.
Sejarah dan Periodisasi Penghimpunan Hadis
Sejarah dan periodisasi penghimpunan
hadis mengalami masa yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami oleh
Al-Qur’an, yang hanya memerlukan waktu relatif lebih pendek, yaitu sekitar 15
tahun saja. Yang dimaksud dengan periodisasi penghimpunan hadis disisni adalah:
“Fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan
pengembangan hadis, sejak Rasulullah SAW masih hidup sampai terwujudnya
kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini.”
Mohamad Mustafa Azami, berkonsentrasi
pada pengumpulan dan penulisan hadis pada abad pertama dan kedua hijriyah, yang
dinamainya dengan Pra-Classical “Hadiith
Literature”,membagi periodisasi penghimpunan hadis menjadi 4 Fase yaitu:
- Fase penghimpunan dan penulisan hadis oleh para sahabat
- Fase penghimpunan dan penulisan hadis oleh para Tabi’in di abad pertama Hijriyah.
- Fase penghimpunan dan penulisan hadis pada akhir abad pertama Hijriyah dan awal abad kedua Hijriyah.
- Fase pengumpulan dan penulisan hadis pada awal kedua Hijriyah.
Berbeda dengan Azami, Hasbi
Ash-Shiddieqy cenderung mengikuti periodisasi perkembangan hadis sebagai mana
yang dianut ole sebagian besar para ahli sejarah hadis.
B.
Hadis Pada Abad Pertama Hijriyah
Periode ini dapat dibagi menjadi dua
fase yaitu:
1.
Hadis Pada Masa Rasulullah SAW
a.
Cara sahabat menerima hadis pada masa Rasulullah SAW
Hadis-hadis Nabi yang terhimpun didalam
kitab-kitab hadis yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para sahabat dalam
menerima dan memelihara hadis dimasa Nabi SAW dahulu.
Ada empat cara yang ditempuh para
sahabat untuk mendapatkan hadis Nabi SAW yaitu:
·
Mendatangi
majelis-majelis taklim yang diadakan Rasul SAW.
·
Kadang-kadang
Rasulul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau
menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.
·
Kadang-kadang
terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan
hukumnya kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW memberi fatwa atau penjelasan
hukum tentang peristiwa tersebut.
·
Kadang-kadang
para sahabat menyaksikan Rasulullah SAW melakukan sesuatu perbuatan dan sering
kali yang berkaitan dengan tatacara pelaksanaan ibadah, seperti shalat, puasa
zakat, haji dan lainnya.
b.
Penulisan hadis pada masa Rasululah SAW
Setelah Islam trun, kegiatan membaca
dan menulis ini semakin lebih digiatkan dan digalakan, hal ini terutama adalah
karena diantara tuntutan yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW melalui wahyunya adalah perintah membaca dan belajar menulis ( QS. AL-Alaq
[96]:1-5)
1)
Larangan menulis Hadis
Terdapat sejumlah hadis Nabi SAW yang
melarang para sahabat menuliskan hadis. Hadis yang mereka dengar atau peroleh
dari Nabi SAW. Hadis-hadis tersebut adalah: Dari Abi Sa’id al-Kurdi, bahwasanya
Rasul SAW bersabda, “ Janganlah kamu menuliskan sesuatu dariku, dan siapa yang
menulisan sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya”. (HR.
Muslim)
2)
Perintah (kebolehan) menuliskan Hadis
Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang
memerintahkan atau membolehkan menuliskan hadis adalah: Hadis Annas Ibn Malik
Dari Anas Ibn
Malik bahwa dia berkata, Rasullullah SAW bersabda: “ Ikatlah ilmu itu dengan
tulisan (menuliskannya).
3)
Sikap para ulama dalam menghadapi kontroversi Hadis-hadis mengenai penulisan
hadis.
c.
Faktor-faktor yang menjamin kesinambungan hadis sejak masa Nabi SAW, yaitu:
v Quwwat
al-dzakirah
v Kehati-hatian
para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW.
v Pemahaman
terhadap ayat
2.
Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
a.
Pengertian Sahabat dan Tabi’in
Kata sahabat (arabnya: sahabat ) menurut bahasa adalah Musytaq (pecahan) dari kata shuhbah yang berarti orang yang menemani
yang lain, tanpa ada balasan waktu dan jumlah. Sedangkan pengertian Tabi’in
adalah orang yang pernah berjumpa dengan sahabat dan dalam keadaan beriman,
serta meninggal dalam keadaan beriman juga.
b.
Pemeliharaan Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
Dalam periode Abu Bakar al-Shiddiq dan
Umar Ibn al-Khatab, periwayatan hadis dilakukan dengan cara yang ketat dan
sangat hati-hati. Hal ini terlihat dari cara mereka menerima hadis.
c.
Masa Penyebarluasan Periwayatan Hadis
Wilayah kekuasaan Islam pada periode
Utsman telah meliputi seluruh jazirah Arabia, wilayah Syam (Palestina,
Yordania, Siria, dan Libanon), seluruh kawasan Irak, Mesir, Persia, dan kawasan
Sanarkand. Dengan tersebarnya para sahabat kedaerah-daerah disertai dengan
semangat menyebarkan agama Islam, maka tersebar pulalah hadis-hadis Nabi SAW
yang baik dalam hafalan maupun tulisan.
d.
Penulisan Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
Kegiatan penulisan hadis pada masa
Rasul SAW bagi mereka yang diberi kelonggaran oleh Rasul SAW untuk melakukannya, namun para sahabat, pada
umumnya menahan diri dari melakukan penulisan hadis dimasa pemerintahan Khulafa
al-Rasidin. Hal tersebut adalah karena besarnya keinginan mereka untuk
menyelamatkan Al-Qur’an Al- Karim dan sekaligus Sunah (Hadis), dari pernyataan
Umar, terlihat bahwa penolakannya terhadap penulisan hadis adalah disebabkan
adanya kekhawatiran berpalingnya umat Islam untuk menuliskan suatu yang lain
selain Al-Qur’an dan melontarkan kitab Allah (Al-Qur’an). Justru itu dia
melarang umat Islam untuk menuliskan sesuatu yang lain dari Al-Qur’an, termasuk
hadis.
Akan halnya Tabi’in, sikap mereka dalam
hal penulisan hadis adalah mengikuti jejak para sahabat. Hal ini tidak lain
adalah karena para Tabi’in memperoleh ilmu, termasuk didalamnya hadis-hadis
Nabi SAW adalah dari para sahabat.
C.
Hadis Pada Abad Ke-2 Hijriyah (masa penulisan dan pembukuan hadis secara resmi)
Pada periode ini hadis-hadis Nabi SAW
mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, salah
seorang khalifah dari dinasti Umayah yang mulai memerintah dipenghujung abad
pertama Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi
penghimpunan dan penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan
didalam catatan dan hafalan para sahabat dan Tabi’in.
1.
Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pengkondifikasian hadis
2.
Pemrakarsa pengkondifikasian hadis secara resmi dari pemerintah
3.
Pelaksanaan kondifikasi hadis atas perintah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz
4.
Kitab-kitab Hadis pada abad Ke-2 Hijriyah
5.
Ciri dan sistem pembukuan hadis pada abad Ke-2 Hijriyah
6.
Perkembangan hadis palsu dan gerakan ingkar sunnah.
D.
Hadis Pada Abad Ke-3 Hijriyah (masa pemurnian dan penyempurnaannya)
Pada periode ini para ulama hadis
memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian
hadis-hadis Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan
hadis yang semakin marak.
1.
Kegiatan Pemalsuan Hadis
Penciptaan hadis-hadis palsu tidak
hanya dilakukan oleh mereka yang panatik mazhab, tetapi momentum pertentangan
mazhab, tersebut juga dimanfaatkan oleh kaum zindik yang sangat memusuhi Islam,
untuk menciptakan hadis-hadis palsu dalam rangka merusak ajaran Islam dan menyesatkan
kaum muslimin.
2.
Upaya melestarikan Hadis
Diantara kegiatan dalam rangka
memelihara kemurnian Hadis Nabi SAW
adalah:
Ø Perlawanan
kedaerah-daerah
Ø Mengklasifikasi
hadis kepada: Marfu, Maukuf, Maqthu.
Ø Menyeleksi
kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada: Shahih, Hasan, dan Dha’if
3.
Bentuk penyusunan hadis pada abad Ke-3 Hijriyah.
Ada tiga bentuk penyusunan hadis pada
periode ini yaitu: Kitab Shahih, kitab Sunan, dan kitab Musnad
E.
Hadis Pada Abad Ke-4 Sampai Ke-7 Hijriyah (masa pemeliharaan, penertiban,
penambahan dan penghimpunannya)
1.
Kegiatan periwayatan hadis pada periode ini
2.
Bentuk penyususnan kitab hadis pada periode ini
F.
Keadaan Hadis Pada Pertengahan Abad Ke-7 Hijriyah Sampai Sekarang (masa
pensyarahan, penghimpunan, pen-takhrijan, dan pembahasannya)
1.
Kegiatan periwayatan hadis pada periode ini
Kegiatan periwayatan hadis pada periode
ini lebih banyak dilakukan dengan cara ijazah dan mukatabah.
2.
Bentuk penyususnan kitab hadis pada periode ini
Jenis karya kitab-kitab hadis, sebagai
berikut:
Kitab Syarah, Mukhtasor, Zawa’id, penunjuk Hadis,
Takhrij, Jami’, dan kitab yang membahas masalah tertentu, seperti masalah hukum
Masa Pemeliharaan, penertiban dan penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H)
Masa
Pemeliharaan, penertiban dan penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H)
Sebelum datangnya agama
Islam, bangsa Arab tidak dikenal dengan kemampuan membaca dan menulis, sehingga
mereka lebih dikenal sebagai bangsa yang ummi (tidak bisa membaca dan
menulis). Namun demikian, ini tidak berarti bahwa di antara mereka tidak ada
seorangpun yang bisa menulis dan membaca. Keadaan ini hanya sebagai ciri
keadaan dari mereka. Sejarah telah mencatat bahwa sejumlah orang yang di antara
mereka ada yang mampu membaca dan yang menulis, Adiy bin Zaid al-Abbay (w. 35
sebelum hijrah) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang yang pertama yang mampu menulis dengan bahasa Arab yang
ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang Yahudi juga mengajarkan anak-anak di
Madinah menulis Arab. Kota Mekkah dengan pusat perdagangannya sebelum kenabian,
menjadi saksi adanya para penulis dan orang-orang yang mempu membaca.[1]
Pada masa setelah sahabat
kegiatan pengumpulan Hadis sudah menjadi suatu keharusan sejak abad ke-2, hal
ini didasari karena perkembangan Islam semakin meluas dan diperlukannya
rujukan-rujukan hukum yang mudah untuk didapatkan argumennya. Maka pemeliharaan
Hadis sudah menjadi tanggungjawab para penguasa pada saat itu. Dimulai dari khalifah
al-Muqtadir sampai pada al-Mu'tashim, walaupun kekuasaan Islam sudah mulai
melemah pada abad ke 7 akibat serangan Holagu Khan cucu dari Jengis Khan, namun
kegiatan para ulama Hadis dalam rangka memeliharannya dan mengembangkannya
berlangsung sebagaimana pada periode sebelumnya. Hanya saja Hadis yang dihimpun
tidaklah sebanyak masa sebelumnya. Adapun kitab-kitab Hadis yang dihimpun
adalah:
1.
Al-Shahih, oleh ibn Khujaimah (313
H).
2.
Al-Anwa'wa
al-Taqsim,
oleh ibn Hibban (354 H).
3.
Al-Musnad, oleh Abu Awanah (316 H).
4.
Al-Muntaqa, oleh ibn Jarud.
Kitab-kitab di atas merupakan
bahan rujukan bagi para ulama Hadis, sekaligus mempelajari, menghafal dan
memeriksa serta menyelidiki sanad-sanadnya. Selanjutnya menyusun kitab
baru dengan tujuan memelihara, menertibkan dan menghimpun sanad dan matannya
yang saling berhubungan serta yang telah termuat secara terpisah dalam
kitab-kitab yang telah ada tersebut.[3]
Adapun bentuk-bentuk
penyusunan kitab Hadis pada periode ini memperkenalkan sistem baru, yaitu:
1.
Kitab
Athraf, di dalam kitab ini penyusunnya hanya menyebutkan sebagian dari matan
Hadis tertentu kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu,
baik sanad yang berasal dari kitab Hadis yang dikutip matannya
ataupun dari kitab-kitab lainnya.
2.
Kitab
Mustakhraj, kitab ini memuat matan Hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau yang lainnya, dan selanjutnya
penyusunan kitab ini meriwayatkan matan Hadis tersebut dengan sanadnya
sendiri.
3.
Kitab
Mustadrak, kitab ini menghimpun Hadis-hadis yang memiliki syarat-syarat
Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya.
4.
Kitab
Jami', kitab ini menghimpun Hadis-hadis yang termuat dalam kitab-kitab
yang telah ada, seperti:
a.
Yang
menghimpun Hadis-hadis shahih Bukhari dan Muslim.
b.
Yang
menghimpun Hadis-hadis dari al-Kutub al-Sittah.
c.
Yang Menghimpun Hadis-hadis Nabi dari berbagai kitab hadis.
[1] Syaikh Manna’ al-Qathtan, Mabahis Fi Ulumil Hadis, terj.
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Al-Kausar, 2005), h. 45.
[2] Yuslem, Ulumul Hadis…… h. 139.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar