Rabu, 08 Oktober 2014

penambahan, penerbit, pemeliharaan dan penghimpunan hadis



A.    Sejarah dan Periodisasi Penghimpunan Hadis
Sejarah dan periodisasi penghimpunan hadis mengalami masa yang lebih panjang dibandingkan dengan yang dialami oleh Al-Qur’an, yang hanya memerlukan waktu relatif lebih pendek, yaitu sekitar 15 tahun saja. Yang dimaksud dengan periodisasi penghimpunan hadis disisni adalah: “Fase-fase yang telah ditempuh dan dialami dalam sejarah pembinaan dan pengembangan hadis, sejak Rasulullah SAW masih hidup sampai terwujudnya kitab-kitab yang dapat disaksikan dewasa ini.”
Mohamad Mustafa Azami, berkonsentrasi pada pengumpulan dan penulisan hadis pada abad pertama dan kedua hijriyah, yang dinamainya dengan Pra-Classical “Hadiith Literature”,membagi periodisasi penghimpunan hadis menjadi 4 Fase yaitu:
  1. Fase penghimpunan dan penulisan hadis oleh para sahabat
  2. Fase penghimpunan dan penulisan hadis oleh para Tabi’in di abad pertama Hijriyah.
  3. Fase penghimpunan dan penulisan hadis pada akhir abad pertama Hijriyah dan awal abad kedua Hijriyah.
  4. Fase pengumpulan dan penulisan hadis pada awal kedua Hijriyah.
Berbeda dengan Azami, Hasbi Ash-Shiddieqy cenderung mengikuti periodisasi perkembangan hadis sebagai mana yang dianut ole sebagian besar para ahli sejarah hadis.
B.     Hadis Pada Abad Pertama Hijriyah
Periode ini dapat dibagi menjadi dua fase yaitu:
1.      Hadis Pada Masa Rasulullah SAW
a.       Cara sahabat menerima hadis pada masa Rasulullah SAW
Hadis-hadis Nabi yang terhimpun didalam kitab-kitab hadis yang ada sekarang adalah hasil kesungguhan para sahabat dalam menerima dan memelihara hadis dimasa Nabi SAW dahulu.
Ada empat cara yang ditempuh para sahabat untuk mendapatkan hadis Nabi SAW yaitu:
·         Mendatangi majelis-majelis taklim yang diadakan Rasul SAW.
·         Kadang-kadang Rasulul SAW sendiri menghadapi beberapa peristiwa tertentu, kemudian beliau menjelaskan hukumnya kepada para sahabat.
·         Kadang-kadang terjadi sejumlah peristiwa pada diri para sahabat, kemudian mereka menanyakan hukumnya kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW memberi fatwa atau penjelasan hukum tentang peristiwa tersebut.
·         Kadang-kadang para sahabat menyaksikan Rasulullah SAW melakukan sesuatu perbuatan dan sering kali yang berkaitan dengan tatacara pelaksanaan ibadah, seperti shalat, puasa zakat, haji dan lainnya.
b.      Penulisan hadis pada masa Rasululah SAW
Setelah Islam trun, kegiatan membaca dan menulis ini semakin lebih digiatkan dan digalakan, hal ini terutama adalah karena diantara tuntutan yang pertama diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui wahyunya adalah perintah membaca dan belajar menulis ( QS. AL-Alaq [96]:1-5)
1)      Larangan menulis Hadis
Terdapat sejumlah hadis Nabi SAW yang melarang para sahabat menuliskan hadis. Hadis yang mereka dengar atau peroleh dari Nabi SAW. Hadis-hadis tersebut adalah: Dari Abi Sa’id al-Kurdi, bahwasanya Rasul SAW bersabda, “ Janganlah kamu menuliskan sesuatu dariku, dan siapa yang menulisan sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya”. (HR. Muslim)
2)      Perintah (kebolehan) menuliskan Hadis
Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW yang memerintahkan atau membolehkan menuliskan hadis adalah: Hadis Annas Ibn Malik
 Dari Anas Ibn Malik bahwa dia berkata, Rasullullah SAW bersabda: “ Ikatlah ilmu itu dengan tulisan (menuliskannya).
3)      Sikap para ulama dalam menghadapi kontroversi Hadis-hadis mengenai penulisan hadis.
c.       Faktor-faktor yang menjamin kesinambungan hadis sejak masa Nabi SAW, yaitu:
Quwwat al-dzakirah
Kehati-hatian para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW.
Pemahaman terhadap ayat
2.      Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
a.       Pengertian Sahabat dan Tabi’in
Kata sahabat (arabnya: sahabat ) menurut bahasa adalah Musytaq (pecahan) dari kata shuhbah yang berarti orang yang menemani yang lain, tanpa ada balasan waktu dan jumlah. Sedangkan pengertian Tabi’in adalah orang yang pernah berjumpa dengan sahabat dan dalam keadaan beriman, serta meninggal dalam keadaan beriman juga.
b.      Pemeliharaan Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
Dalam periode Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar Ibn al-Khatab, periwayatan hadis dilakukan dengan cara yang ketat dan sangat hati-hati. Hal ini terlihat dari cara mereka menerima hadis.
c.       Masa Penyebarluasan Periwayatan Hadis
Wilayah kekuasaan Islam pada periode Utsman telah meliputi seluruh jazirah Arabia, wilayah Syam (Palestina, Yordania, Siria, dan Libanon), seluruh kawasan Irak, Mesir, Persia, dan kawasan Sanarkand. Dengan tersebarnya para sahabat kedaerah-daerah disertai dengan semangat menyebarkan agama Islam, maka tersebar pulalah hadis-hadis Nabi SAW yang baik dalam hafalan maupun tulisan. 
d.      Penulisan Hadis Pada Masa Sahabat dan Tabi’in
Kegiatan penulisan hadis pada masa Rasul SAW bagi mereka yang diberi kelonggaran oleh Rasul SAW  untuk melakukannya, namun para sahabat, pada umumnya menahan diri dari melakukan penulisan hadis dimasa pemerintahan Khulafa al-Rasidin. Hal tersebut adalah karena besarnya keinginan mereka untuk menyelamatkan Al-Qur’an Al- Karim dan sekaligus Sunah (Hadis), dari pernyataan Umar, terlihat bahwa penolakannya terhadap penulisan hadis adalah disebabkan adanya kekhawatiran berpalingnya umat Islam untuk menuliskan suatu yang lain selain Al-Qur’an dan melontarkan kitab Allah (Al-Qur’an). Justru itu dia melarang umat Islam untuk menuliskan sesuatu yang lain dari Al-Qur’an, termasuk hadis.
Akan halnya Tabi’in, sikap mereka dalam hal penulisan hadis adalah mengikuti jejak para sahabat. Hal ini tidak lain adalah karena para Tabi’in memperoleh ilmu, termasuk didalamnya hadis-hadis Nabi SAW adalah dari para sahabat.
C.    Hadis Pada Abad Ke-2 Hijriyah (masa penulisan dan pembukuan hadis secara resmi)
Pada periode ini hadis-hadis Nabi SAW mulai ditulis dan dikumpulkan secara resmi ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, salah seorang khalifah dari dinasti Umayah yang mulai memerintah dipenghujung abad pertama Hijriyah, merasa perlu untuk mengambil langkah-langkah bagi penghimpunan dan penulisan hadis Nabi secara resmi, yang selama ini berserakan didalam catatan dan hafalan para sahabat dan Tabi’in.
1.      Faktor-faktor yang mendorong pengumpulan dan pengkondifikasian hadis
2.      Pemrakarsa pengkondifikasian hadis secara resmi dari pemerintah
3.      Pelaksanaan kondifikasi hadis atas perintah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz
4.      Kitab-kitab Hadis pada abad Ke-2 Hijriyah
5.      Ciri dan sistem pembukuan hadis pada abad Ke-2 Hijriyah
6.      Perkembangan hadis palsu dan gerakan ingkar sunnah.
D.    Hadis Pada Abad Ke-3 Hijriyah (masa pemurnian dan penyempurnaannya)
Pada periode ini para ulama hadis memusatkan perhatian mereka pada pemeliharaan keberadaan dan terutama kemurnian hadis-hadis Nabi SAW, sebagai antisipasi mereka terhadap kegiatan pemalsuan hadis yang semakin marak.
1.      Kegiatan Pemalsuan Hadis
Penciptaan hadis-hadis palsu tidak hanya dilakukan oleh mereka yang panatik mazhab, tetapi momentum pertentangan mazhab, tersebut juga dimanfaatkan oleh kaum zindik yang sangat memusuhi Islam, untuk menciptakan hadis-hadis palsu dalam rangka merusak ajaran Islam dan menyesatkan kaum muslimin.
2.      Upaya melestarikan Hadis
Diantara kegiatan dalam rangka memelihara kemurnian Hadis Nabi SAW  adalah:
Ø  Perlawanan kedaerah-daerah
Ø  Mengklasifikasi hadis kepada: Marfu, Maukuf, Maqthu.
Ø  Menyeleksi kualitas hadis dan pengklasifikasiannya kepada: Shahih, Hasan, dan Dha’if
3.      Bentuk penyusunan hadis pada abad Ke-3 Hijriyah.
Ada tiga bentuk penyusunan hadis pada periode ini yaitu: Kitab Shahih, kitab Sunan, dan kitab Musnad
E.     Hadis Pada Abad Ke-4 Sampai Ke-7 Hijriyah (masa pemeliharaan, penertiban, penambahan dan penghimpunannya)
1.      Kegiatan periwayatan hadis pada periode ini
2.      Bentuk penyususnan kitab hadis pada periode ini
F.     Keadaan Hadis Pada Pertengahan Abad Ke-7 Hijriyah Sampai Sekarang (masa pensyarahan, penghimpunan, pen-takhrijan, dan pembahasannya)
1.      Kegiatan periwayatan hadis pada periode ini
Kegiatan periwayatan hadis pada periode ini lebih banyak dilakukan dengan cara ijazah dan mukatabah.
2.      Bentuk penyususnan kitab hadis pada periode ini
Jenis karya kitab-kitab hadis, sebagai berikut:
Kitab Syarah, Mukhtasor, Zawa’id, penunjuk Hadis, Takhrij, Jami’, dan kitab yang membahas masalah tertentu, seperti masalah hukum


Masa Pemeliharaan, penertiban dan penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H)

  Masa Pemeliharaan, penertiban dan penambahan dalam penulisan Hadis (Abad 4 s/d 7 H)
Sebelum datangnya agama Islam, bangsa Arab tidak dikenal dengan kemampuan membaca dan menulis, sehingga mereka lebih dikenal sebagai bangsa yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis). Namun demikian, ini tidak berarti bahwa di antara mereka tidak ada seorangpun yang bisa menulis dan membaca. Keadaan ini hanya sebagai ciri keadaan dari mereka. Sejarah telah mencatat bahwa sejumlah orang yang di antara mereka ada yang mampu membaca dan yang menulis, Adiy bin Zaid al-Abbay (w. 35 sebelum hijrah) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan merupakan orang yang pertama yang mampu menulis dengan bahasa Arab yang ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang Yahudi juga mengajarkan anak-anak di Madinah menulis Arab. Kota Mekkah dengan pusat perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para penulis dan orang-orang yang mempu membaca.[1]
Pada masa setelah sahabat kegiatan pengumpulan Hadis sudah menjadi suatu keharusan sejak abad ke-2, hal ini didasari karena perkembangan Islam semakin meluas dan diperlukannya rujukan-rujukan hukum yang mudah untuk didapatkan argumennya. Maka pemeliharaan Hadis sudah menjadi tanggungjawab para penguasa pada saat itu. Dimulai dari khalifah al-Muqtadir sampai pada al-Mu'tashim, walaupun kekuasaan Islam sudah mulai melemah pada abad ke 7 akibat serangan Holagu Khan cucu dari Jengis Khan, namun kegiatan para ulama Hadis dalam rangka memeliharannya dan mengembangkannya berlangsung sebagaimana pada periode sebelumnya. Hanya saja Hadis yang dihimpun tidaklah sebanyak masa sebelumnya. Adapun kitab-kitab Hadis yang dihimpun adalah:
1.    Al-Shahih, oleh ibn Khujaimah (313 H).
2.    Al-Anwa'wa al-Taqsim, oleh ibn Hibban (354 H).
3.    Al-Musnad, oleh Abu Awanah (316 H).
4.    Al-Muntaqa, oleh ibn Jarud.
5.    Al-Muhtarah, oleh Muhammad ibn Abd al-Maqdisi.[2]
Kitab-kitab di atas merupakan bahan rujukan bagi para ulama Hadis, sekaligus mempelajari, menghafal dan memeriksa serta menyelidiki sanad-sanadnya. Selanjutnya menyusun kitab baru dengan tujuan memelihara, menertibkan dan menghimpun sanad dan matannya yang saling berhubungan serta yang telah termuat secara terpisah dalam kitab-kitab yang telah ada tersebut.[3] 
Adapun bentuk-bentuk penyusunan kitab Hadis pada periode ini memperkenalkan sistem baru, yaitu:
1.    Kitab Athraf, di dalam kitab ini penyusunnya hanya menyebutkan sebagian dari matan Hadis tertentu kemudian menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik sanad yang berasal dari kitab Hadis yang dikutip matannya ataupun dari kitab-kitab lainnya.
2.    Kitab Mustakhraj, kitab ini memuat matan Hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya atau yang lainnya, dan selanjutnya penyusunan kitab ini meriwayatkan matan Hadis tersebut dengan sanadnya sendiri.
3.    Kitab Mustadrak, kitab ini menghimpun Hadis-hadis yang memiliki syarat-syarat Bukhari dan Muslim atau yang memiliki salah satu syarat dari keduanya.
4.    Kitab Jami', kitab ini menghimpun Hadis-hadis yang termuat dalam kitab-kitab yang telah ada, seperti:
a.    Yang menghimpun Hadis-hadis shahih Bukhari dan Muslim.
b.    Yang menghimpun Hadis-hadis dari al-Kutub al-Sittah.
c.    Yang Menghimpun Hadis-hadis Nabi dari berbagai kitab  hadis.


[1] Syaikh Manna’ al-Qathtan, Mabahis Fi Ulumil Hadis, terj. Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadis (Jakarta: Al-Kausar, 2005), h. 45.
[2] Yuslem, Ulumul Hadis…… h. 139.
[3] Ibid. h. 139






Tidak ada komentar:

Posting Komentar